Prosiding Mewujudkan Sistem Hukum Nasional Berbasis Pancasila
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc
<p>PMSHN-BP: Prosiding Mewujudkan Sistem Hukum Nasional Berbasis Pancasila ini merupakan media kulminasi dari kegiatan pembelajaran kuliah dalam Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya. Publikasi dari PMSHN-BP berfokus pada Hukum Teknologi Berbasis Keadilan, Pancasila Di Era Kecerdasan Buatan, Revitalisasi Hukum Adat Dalam Hukum Nasional, Pidana Dan Pemidanaan Dalam Perspektif Pancasila, Peran Pancasila Dalam Hukum Internasional, Otonomi Desa Dalam Ketatanegaraan Indonesia. PMSHN-BP pertama kali terbit di Januari 2024 dengan nomor ISSN: XXXX-XXXX<br /><br /></p> <p>Seminar <strong>"Mewujudkan Sistem Hukum Nasional Berbasis Pancasila"</strong></p> <p>Keynote Speaker : Prof. Dr. Slamet Suhartono, S.H., M.H.</p> <p>Para <strong>Speaker</strong> di PMSHN-BP : </p> <p>1. Prof. Dr. Sri Warjiati, S.H., M.H. (Fakultas Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya)</p> <p>2. Dr. Syofyan Hadi, S.H., M.H. (Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya)</p> <p>3. Dr. Erny Herlin Setyorini, S.H., M.H. (Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya)</p> <p>4. Dr. H. Joko Nur Sariono, S.H., M.H. (Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya)</p> <p>5. Dr. Edi Pranoto, S.H., M.H. (Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Semarang)</p> <p> </p>Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabayaen-USProsiding Mewujudkan Sistem Hukum Nasional Berbasis Pancasila0000-0000REDAKSI REDAKSI
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc/article/view/3633
<p>-</p>REDAKSI
Copyright (c) 2024
2024-01-262024-01-261iiiANALISIS TENTANG LARANGAN KEPADA KREDITOR UNTUK MEMILIKI BENDA OBJEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PRINSIP KEADILAN
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc/article/view/3615
<p>Salah satu ciri Jaminan fidusia adalah kemudahan dalam pelaksanaan eksekusinya. Kemudahan yang diberikan oleh UUJF bagi para kreditur penerima fidusia dalam upaya pelunasan piutang ketika debitur cidera janji. Pengaturan tentang larangan untuk memiliki benda jaminan dalam jaminan fidusia tertuang dalam Pasal 33 UUJF Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa setiap janji yang memberikan kewenangan kepada kreditor untuk memiliki benda yang dijadikan objek jaminan fidusia apabila debitor wanprestasi adalah batal demi hukum. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis penyelesaian konflik norma antara Pasal 33 UUJF dengan Pasal 12A (1) Undang-Undang Perbankan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normative dengan pendekatan perundang-undangan (<em>statute approach</em>) dan pendekatan konseptual (<em>conceptual approach</em>). Hasil penelitian yang diperoleh adalah Konflik norma yang terjadi antara Pasal 33 UUJF dengan Pasal 12A (1) Undang-Undang Perbankan dapat diselesaikan dengan asas preferensi <em>lex spesialis derogate legi generali</em>, asas ini berarti bahwa peraturan yang mengatur secara khusus akan mengesampingkan peraturan yang bersifat umum. Ketentuan dalam pasal 33 UUJF berkedudukan sebagai <em>legi generali</em> karena menyasar secara umum semua pihak yang berkedudukan sebagai pihak kreditur. Sedangkan dalam Pasal 12A (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan memiliki kedudukan sebagai <em>lex spesialis</em> dalam hal pihak kreditornya merupakan Lembaga keuangan perbankan.</p> <p>Kata kunci : lembaga, keuangan, perbankan</p>Supianto
Copyright (c) 2024
2024-01-262024-01-261115PENETAPAN KUOTA 30% KETERWAKILAN PEREMPUAN DI LEGISLATIF DEMI TERCIPTANYA KEADILAN PANCASILA
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc/article/view/3617
<p>Keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif merupakan salah satu aspek penting dalam mencapai keadilan sosial yang diamanatkan oleh Pancasila. Sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan kesetaraan, Indonesia mengakui pentingnya partisipasi perempuan dalam proses pengambilan keputusan politik. Namun, pada kenyataannya, keterwakilanperempuan di lembaga legislatif masih jauh dari harapan. Sebelum adanya upaya konkret untuk meningkatkan keterwakilan perempuan, proporsi perempuan di parlemen Indonesia sangat rendah. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan gender dalamrepresentasi politik.</p> <p>Kata kunci: Penetapan kuota; perempuan</p>Muhamad Zamhuri
Copyright (c) 2024
2024-01-262024-01-2611632PEMAAFAN HAKIM (RECHTERLIJK PARDON) DALAM HUKUM PIDANA DAN PEMIDANAAN DALAM PERSPEKTIF PANCASILA
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc/article/view/3618
<p><em>The research in this journal is entitled Judge Forgiveness (Rechterlijk Pardon) in Criminal Law and Punishment in the Perspective of Pancasila. This research aims to find answers to the problem, namely how the application of the concept of judge forgiveness (Rechterlijk Pardon) if harmonized in the Draft Criminal Procedure Code based on the perspective of Pancasila. This research uses Normative Juridical Research which examines the subject matter based on legal rules and legal norms that exist in Positive law. In this research, there are three (3) approach methods that will be used, namely the Historical approach and Comparative approach for the first problem and conceptual approach for the second problem. Historical approach is carried out in the framework of tracking the history of legal institutions from time to time, as well as to understand the development and philosophical changes that underlie a rule of law. The result of this research is that the regulation of judge forgiveness (rechterlijk padon) cannot only be regulated in the Criminal Code which only contains material criminal law, but the regulation of judge forgiveness (rechterlijk padon) must also be harmonized with the Draft Criminal Procedure Code in the future. So that the article on the institution of judge forgiveness can be implemented in real terms in accordance with the philosophy of Pancasila. The purpose of research in scientific work is to examine the application of the concept of judge forgiveness (Rechterlijk Pardon) if harmonized in the Draft Criminal Procedure Code based on the Pancasila perspective.</em></p> <p><em>Keywords: Judge's Apology, In Law and Sentencing.</em></p>Arizal Anwar
Copyright (c) 2024
2024-01-262024-01-2613354STUDI PIDANA DAN PEMIDANAAN TENTANG PREFEKTIF PANCASILA DALAM PENERAPAN PIDANA MATI DI INDONESIA
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc/article/view/3620
<p>Pandangan hidup Pancasila didasarkan pada kenyataan bahwa alam semesta dan segala keselarasan di dalamnya diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa.Tidak ada apa pun di alam semesta yang komposisinya berbeda dengan alam semesta lainnya.Karena menjaga ketertiban berarti menjaga harkat dan martabat manusia, maka Pancasila mempunyai kaitan hukum dengan perlindungan diri baik dalam arti pasif maupun aktif.Persoalan pidana mati telah menarik perhatian para ahli di bidang hukum pidana, kriminologi, dan viktimologi, yang berpendapat, khususnya dalam kaitannya dengan filosofi pemidanaan, bahwa tujuan pemidanaan tidak hanya untuk menakut-nakuti terpidana, tetapi juga untuk menakut-nakuti terpidana. Pada dasarnya kegiatan tertentu yang memenuhi syarat adalah kegiatan yang secara langsung melanggar harkat dan martabat manusia dan/atau membahayakan eksistensi masyarakat manusia. Oleh karena itu, tujuan pidana mati berdasarkan Pasal semata-mata untuk mencegah orang lain melakukan perbuatan yang mengarah pada penjatuhan pidana mati berdasarkan Pasal .Di Indonesia, hukuman mati diwajibkan untuk kasus pembunuhan yang disengaja, termasuk kejahatan berat, genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan pengedar narkoba, korupsi tingkat tinggi, dan teroris.Kedudukan hukum pidana khusus dalam sistem peradilan pidana melengkapi hukum pidana yang terkodifikasi dalam KUHP, dengan tujuan untuk meningkatkan ancaman pemidanaan terhadap tindak pidana yang membahayakan penyediaan pangan, sandang, dan papan.Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1959 tentang Ancaman Kejahatan Ekonomi (Prp).</p> <p>Kata Kunci: Norma Pancasila; sanksi pidana mati;</p>Im Mahmudimy
Copyright (c) 2024
2024-01-262024-01-2615558KEADILAN BERBASIS PANCASILA DALAM SISTEM PEMIDANAAN BERBALUT ADAT PADA MASYARAKAT DAYAK DI KALIMANTAN TIMUR
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc/article/view/3621
<p>Hukum adat pada setiap daerah berbeda-beda, hal ini menjadikan ciri khas yang unik pada masyarakat Indonesia. Sebagaimana kita ketahui bahwa hukum adat adalah hukum yang hidup pada masyarakat dan diakui oleh masyarakat secara turun temurun. Pada masyarakat Kalimantan Timur terdapat beberapa hukum adat yang masih berlaku sampai dengan sekarang. Berbagai macam jenis pidana adat ini perlu disandingkan dengan norma-norma yang ada pada Pancasila sehingga hukum adat dapat tetap dilestarikan apabila keadilan yang diterapkan dalam adat tersebut tidak melanggar Pancasila. Pada penelitian ini bertujuan untuk menyandingkan hukum adat dengan hukum positif pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023. Metode penelitian menggunakan penelitian hukum normatif yaitu suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan konseptual (<em>conceptual approach</em>) dan Pendekatan Perundang-undangan (<em>statute approach</em>).Hasil temuan dari penelitian ini bahwa hukum adat akan tetap eksis apabila hukum adat tersebut dapat di uji secara ilmiah memenuhi unsur-unsur nilai yang ada pada Pancasila. Penyelarasan sistem pemidanaan berbalut hukum adat dengan hukum yang berbasis Pancasila dapat dilakukan dengan penggalian nilai-nilai adat dan nilai-nilai Pancasila. Karakter sistem hukum Pancasila menjadikan Indonesia adalah negara yang mempunyai sistem hukum yang unik dengan tetap melestarikan hukum yang hidup dalam masyarakat (<em>living law</em>).</p> <p>Kata kunci : hukum adat; pidana adat; pancasila </p>Muntini
Copyright (c) 2024
2024-01-262024-01-2615967REVITALISASI HUKUM ADAT DALAM HUKUM NASIONAL MELALUI IMPLEMENTASI PADA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc/article/view/3622
<p>Pemerintah Indonesia melalui badan pembentuk undang-undang telah melakukan pembaharuan pada hukum pidana dengan dikeluarkannya aturan baru terkait pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dala Undang-Undang Nomor 1 tahun 2023 yang menggantikan <em>Wetboek van Strafrecht</em> atau yang disebut dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana. KUHP yang digagas anak bangsa memiliki keunikan, dan bermuatan nilai-nilai ke Indonesiaan, Dalam KUHP baru tersebut diakui adanya ketentuan mengenai tindak pidana atas dasar hukum yang hidup dalam masyarakat (<em>the living law</em>) pada pasal 2 ayat (1) dan (2). Asas legalitas tetap diakui dalam Pasal 1 ayat (1) sebagai dasar untuk memidana. Pembaharuan hukum nasional harus disesuaikan dengan falsafah dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Dengan diakuinya ketentuan mengenai hukum yang hidup dalam masyarakat (<em>the living law</em>) atau hukum adat ke dalam KUHP tersebutmaka berarti aturan mengenai hukum adat tersebut menjadi masuk ke dalam ketentuan hukum nasional di Indonesia, sehingga aturan-aturan hukum adat dan kebiasaan tidak tertulis yang selama ini tumbuh berkembang hidup dan ditaati di kehidupan masyarakat menjadi diatur ke dalam ketentuan aturan hukum yang tertulis dengan demikian asas legalitas dapat terwujud dan kepastian hukum dapat tercapai. Tujuan Penelitian adalah untuk mengkaji secara yuridis mengenai revitalisasi hukum adat dalam hukum nasional melalui implementasi pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian kali ini adalah penelitian <em>doctrina</em>l. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif. Sumber penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan dan bahan hukum sekunder berupa buku dan penelitian terdahulu, bahan hukum tersier berupa informasi yang diperoleh dari internet. </p> <p>Kata Kunci : Hukum Adat, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pembaharuan Hukum</p>Lisnawaty
Copyright (c) 2024
2024-01-262024-01-2616874PRINSIP MEDIASI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERCERAIAN BERDASARKAN NILAI KEADILAN PANCASILA
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc/article/view/3623
<p>Penyelesaian perkara Perceraian dengan cepat dan damai senada dengan dasar negara Pancasila sangat didambakan para pencari keadilan, sehingga tujuan dalam penelitian ini adalah menganalisis dan mendeskripsikan tentang Prinsip Resolusi Konflik dalam proses mediasi perkara perceraian di Pengadilan Agama berbasiskan nilai Keadilan Pancasila. Metode penelitian yang dipergunakan diantaranya adalah jenis penelitian yaitu yuridis normatif, dengan analis data secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Fenomena perkara perceraian yang selalu mengalami peningkatan tiap tahun menimbulkan kesan bahwa usaha perdamaian yang dilakukan di Pengadilan Agama hanya sekedar formalitas. Sebab apabila usaha perdamaian yang dilakukan berhasil dengan baik maka setidaknya mengurangi jumlah perceraian dan konflik yang terjadi diantara kedua belah pihak. Dari beberapa istilah yang digunakan dalam menyelesaikan konflik, dalam penelitian ini yang akan lebih ditekankan adalah mengenai resolusi konflik. Pengaturan konsep mediasi dan Prinsip Resolusi Konflik dalam penyelesaian perkara perceraian di Pengadilan Agama haruslah berbasiskan nilai Keadilan Pancasila yang tepat, yaitu dengan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab serta permusyawaratan untuk mencapai mufakat atau kesepakatan.</p> <p>Kata kunci: filosofi; manusia; segala keterbatasan</p>Rozy Alifian Mukhtar
Copyright (c) 2024
2024-01-262024-01-2617582QUO VADIS EKSISTENSI PENERAPAN HUKUM ADAT DALAM HUKUM NASIONAL
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc/article/view/3624
<p>Eksistensi hukum adat memiliki hubungan antara hukumdan nilai sosial budaya yang berlaku di masyarakat bagaikan mata rantai yang tidak dapat dipisahkan namun di sisi lain menjadi hambatan dalampenegakanhukumdalam hal terjadi pertentangan /ketidaksesuaian antara hukumdengannilai sosial budaya atau adat istiadat yang berlaku di masyarakat. Tujuanpenulisan adalah untuk mengetahui perkembangan eksistensi hukumadat dalam hukum nasional. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitianhukum. Kesimpulan yang diperoleh adalah hukum dan nilai sosial budayabersinergi untuk mengatur perilaku masyarakat. Hukummerupakanunifikasi dari nilai dan norma yang telah ada dan memiliki karakteristik khususdibandingkan norma maupun nilai lainnya, sehingga jika terjadi ketidaksesuaian antara hukum dengan nilai sosial budaya, maka hukummemiliki efektivitas untuk dapat tetap diberlakukan dan dipaksakanpemenuhannya</p> <p>Kata Kunci : Hukum Nasional<strong>, </strong>Hukum Adat<strong>, </strong>Eksistensi<strong>, </strong>Penerapan Hukum</p>Fendy Hendrawan
Copyright (c) 2024
2024-01-262024-01-2618393ANALISIS PENYELESAIAN SENGKETA KONSTRUKSI PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2017
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc/article/view/3625
<p>Indonesia, sebagai negara berkembang, tengah giat melaksanakan pembangunan di berbagai sektor untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara merata, khususnya dalam pembangunan ekonomi dengan proyek-proyek fisik seperti gedung perkantoran, perumahan, dan infrastruktur lainnya. Pentingnya partisipasi seluruh lapisan masyarakat dianggap krusial untuk memastikan kesuksesan pembangunan ini. Namun, dalam konteks pembangunan ekonomi, seringkali muncul sengketa akibat perbedaan penafsiran atau ketentuan dalam perjanjian.Penyelesaian melalui pengadilan dinilai kurang efektif karena lambat, mahal, dan berpotensi menimbulkan permusuhan di antara pihak yang bersengketa. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan menganalisis mekanisme penyelesaian sengketa konstruksi berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi. Meskipun undang-undang tersebut menekankan penyelesaian sengketa melalui musyawarah, konsiliasi, dan arbitrase, terdapat ketidakpastian hukum terkait penyelesaian di luar pengadilan, menciptakan konsep "menang-kalah." Analisis komparatif antara Undang-Undang Jasa Konstruksi 1999 dan 2017 menyoroti perubahan filosofi dan mekanisme penyelesaian sengketa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Undang-Undang Jasa Konstruksi 2017 lebih mendukung penyelesaian non-litigatif dengan fokus pada "menang-menang." Meskipun terdapat ketidakpastian terkait istilah "pengadilan," penelitian ini menilai bahwa penyelesaian sengketa konstruksi di Indonesia berada pada jalur yang tepat. Kendati demikian, diperlukan pertimbangan untuk memberlakukan sanksi yang lebih tegas terhadap pelanggaran perjanjian konstruksi sebagai aspek penting dalam penyempurnaan regulasi di masa depan. Temuan ini dapat menjadi panduan bagi praktisi hukum dan pemerintah dalam meningkatkan keefektifan mekanisme penyelesaian sengketa konstruksi serta meningkatkan kesadaran publik tentang kekurangan dalam regulasi yang perlu diperbaiki guna mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia.</p> <p>Kata Kunci : Sengketa; Jasa; Konstruksi</p>Jeffry Yuliyanto Waisapi
Copyright (c) 2024
2024-01-262024-01-26194102RESTORATIVE JUSTICE PERKARA TINDAK PIDANA LALU LINTAS DAN KORBAN MENINGGAL DUNIA
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc/article/view/3628
<p>Keadilan restoratif merupakan alternatif penyelesaian perkara tindak pidana yang dalam mekanisme tata cara peradilan pidana berfokus pada pemidanaan yang diubah menjadi proses dialog dan mediasi yang melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang adil dan seimbang bagi pihak korban maupun pelaku dengan mengedepankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan mengembalikan pola hubungan baik dalam masyarakat. Prinsip dasar keadilan restoratif adalah adanya pemulihan kepada korban yang menderita akibat kejahatan dengan memberikan ganti rugi kepada korban, perdamaian, pelaku melakukan kerja sosial maupun kesepakatan-kesepakatan lainnya. Hukum yang adil di dalam keadilan restoratif (restorative justice) tentunya tidak berat sebelah, tidak memihak, tidak sewenang-wenang, dan hanya berpihak pada kebenaran sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku serta mempertimbangkan kesetaraan hak kompensasi dan keseimbangan dalam setiap aspek kehidupan.</p> <p>Kata kunci: hukum; restorasi</p>Gendut Supriyanto
Copyright (c) 2024
2024-01-262024-01-261103112REVITALISASI KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM SISTEM HUKUM NASIONAL
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc/article/view/3629
<p>Masyarakat Indonesia, sejak sebelum kedatangan Hindia Belanda di Indonesia, mengikuti hukum yang hidup di masyarakat. Semula bukanlah dinamai hukum, akan tetapi merupakan sebuah peristiwa yang berlangsung lama ditaati oleh masyarakat itu sendiri, semakin hari peristiwa itu menentukan ketertiban masyarakat. Dalam perkembangannya peristiwa yang telah ditaati itu merasa menjadi aturan yang mengikat masyarakat, yang sifatnya tidak tertulis yang dinamakan hukum adat. Hukum adat yang sifatnya tidak tertulis, sering kali kedudukannya kurang menjamin kepastian hukum, terutama kaitannya dengan suatu perjanjian adat yang berjangka waktu sehingga perlu diwujudkan melalui ketatanegaraan Indonesia untuk masuk ke dalam sistem hukum nasional. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, masalah yang diangkat adalah apakah fungsi hukum adat dan bagaimana kedudukan hukum adat dalam sistem hukum nasional. Dalam pembahasannya, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan sumber datanya berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Hasil penelitiannya</p> <p>yaitu hukum adat merupakan hukum yang berkembang di masyarakat yang cukup lama ditaati sebagai hukum yang hidup di masyarakat. Ketaatan oleh masyrakat karena hukum itu sudah dianggap dapat menciptakan kehidupan yang harmonis, meskipun dalam pristiwa tetentu kurang dapat memberikan kepastian hukum. Disinilah dalam tatanan kehidupan kenegaraan diperlukan peningkatan pemahaman berkaitan dengan hukum adat, agar di capai kepastian hukum, maka hukum ada itu setidaknya melalui lembaga legislatif sedapat mungkin dapat diwujudkan dalam bentuk peraturan tertulis.</p> <p>Kata kunci: hukum adat; perjanjian adat; sistem hukum nasional;</p>Afandi
Copyright (c) 2024
2024-01-262024-01-261113118LARANGAN HAMIL BAGI CALON APARATUR SIPIL NEGARA PEREMPUAN DALAM PRESPEKTIF HAK ASASI MANUSIA
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc/article/view/3630
<p>Setiap masyarakat Indonesia berhak memperoleh pekerjaan yang mereka inginkan. Hal ini dikutip dari UUD 1945 Pasal 28 J ayat 2 yang menyatakan “Setiap orang berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Kalimat masyarakat Indonesia berarti mancakup semua kalangan masnyarakat tanpa adanya diskriminasi gender. Setiap manusia berada pada level yang sama dalam persamaan hak yang dimiliki setiap individunya. Pada pelaksanaan seleksi CPNS Kemenhan 2019 terdapat tulisan di halaman resmi situs seleksi CPNS yang menyatakan bahwa, pelamar wanita tidak diperbolehkan mengikuti seleksi CPNS dalam keadaan hamil. Pernyataan dalam teknis seleksi CPNS tersebut menimbulkan gagasan – gagasan yang bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 28D ayat (2) yang mengatakan, setiap orang berhak mendapatkan upah dan perlakuan yang layak dalam hubungan kerja. Kemenhan sebagai pelaksana seleksi CPNS memberikan tanggapan bahwa larangan tersebut dibuat untuk rangkaian seleksi yang memerlukan tes psikologi hingga kebugaran jasmani. Alasan apapun yang mendasari dibuatnya peraturan tersebut tetap saja masih perlu dikaji supaya tidak terjadi perlakuan diskriminatif terhadap perempuan dari prespektif HAM (Hak Asasi Manusia). Berbagai bentuk perlindungan hukum untuk hak pekerjaan perempuan yang sedang mengandung dan pasca melahirkan perlu untuk terus dikembangkan supaya tidak terjadi diskriminasi hak perempuan untuk mendapatkan pekerjaan. Selain perlindungan hukum terkait hak bekerja, hak perempuan untuk mendapatkan upah yang sesuai juga harus diperjuangkan untuk perkembangan negara demokrasi yang adil dan selalu menjunjung Hak Asasi Manusia sebagai dasar untuk mengembangkan peraturan perundang – undangan dan mengurangi diskrimisasi terhadap perempuan yang ada di Indonesia.</p> <p>Kata Kunci: aparatur sipil negara; hak asasi manusia; hamil</p>Dwigy Brilian Muhamadanis
Copyright (c) 2024
2024-01-262024-01-261119129SISTEM DAN MODEL PENYELESAIAN PERKARA PIDANA SECARA ADAT DI DESA PAPRING, KALIPURO, BANYUWANGI
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc/article/view/3631
<p>Sistem hukum penyelesaian perkara pidana melalui hukum adat menjadi sebuah sistem hukum yang mengedepankan penyelesaian sengketa ataupersoalan masyarakat merupakan proses diluar pengadilan. Di lingkungan Papring Kalipuro masyarakatnya lebih condong untuk menyelesaikanmasalah-masalah yang terjadi menggunakan aturan adat dan kearifan lokal. Di sisi lain sistem dan model penyelesaian perkara pidana melalui hukum adat belum terdokumentasi dengan baik, maka dari itu perlu dilakukan penelitian agar dapat terdokumentasi dengan baik. Penelitian ini bertujuanuntuk menyusun suatu Penelitian ini bertujuan untuk menyusun suatu kodifikasi hukum adat di desa Papring dimana kedepannya akan tersusun juga perubahannya dari waktu ke waktu agar tetap lestari dan menjadi rujukan penyelesaian perkara pidana yang memenuhi rasa keadilan bagi wargaPapring itu sendiri. Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan normatif dan pendekatan empiris. Pendekatan normatif ini dilakukan dalam kerangka untuk memahami hukum materiil dari hukum pidana adat yang tersebar di berbagai hasil penelitian, model penyelasaian perkara pidana adatdesa Papring, doktrin dan perbandingan hukum pidana adat lainnya di Indonesia. Sedangkan pendekatan empiris di gunakan untuk mengetahui sejauh mana penggunaan hukum pidana adat di desa papring serta adanya kaedah-kaedah baru yang berkembang dan berlaku baik materiil maupun formil. Bahwa hasil dari penelitian ini adalah:Perkara pidana memasuki rumah orang lain tanpa izin dan Perkara penipuan penyelesaiannya akan di kenakan denda dan kompensasi oleh korban kepada pihak pelaku. Penyelesaian ini mengandung asas win-win solution dan tercapainya keadilan tertinggi danperadilan dilakukan secara cepat, sederhana dan biaya ringan.</p> <p>Kata kunci: filosofis; hukum adat; perkara pidana</p>Arie Ramadhani
Copyright (c) 2024
2024-01-262024-01-261130136PEMIDANAAN DALAM PERSPEKTIF KEADILAN PANCASILA PECANDU ATAU PENYALAH GUNA NARKOTIKA
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc/article/view/3634
<p>Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika telah menjadi permasalahan yang mendapatkan perhatian serius dari segenap lapisan masyarakat karena telah merusak secara sistemik kondisi kehidupan masyarakat termasuk tata nilai dan masa depan generasi. Meraknya pengulangan tindak pidana narkotika menandakan tidak efektif dan efisiennya metodologi pemidanaan terhadap para pecandu atau penyalahguna narkotika. Peneilitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana efektifitas pemidanaan yang saat ini diterapkan dalam perkara pidana narkotika, dimana kelemahannya dan metodologi apa saja yang dapat di upayakan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif, yaitu penelitian hukum yang menitikberatkan pada analisis peraturan perundang-undangan. yang bersifat deskriptif analitis, dengan menggunaan pendekatan yuridis normatif yang meliputi pendekatan perundangan-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach) dan Studi kasus, khususnya fenomena pengulangan tindak pidana dan meningkatnya jumlah masyarakat yang teradiksi narkotika.</p> <p>Kata kunci: penyalahgunaan narkotika; pemidanaan; pengulangan</p>Suwarno
Copyright (c) 2024
2024-01-262024-01-261137154URGENSI REGULASI PERATURAN DESA TENTANG BUMDESA SEBAGAI PERWUJUDAN OTONOMI DESA DALAM KETATANEGARAAN INDONESIA
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc/article/view/3636
<p>Bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperanmewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam perjalananketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan baik dari pemangku kepntingan dan juga masyarakatnya agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalammelaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.</p> <p>Kata kunci: hak tradisional; masyarakat; pemangku kepentingan</p>Agoes Soeseno
Copyright (c) 2024
2024-01-262024-01-261155160IMPLIKASI STATUS BADAN HUKUM BADAN USAHA MILIK DESA (BUMdes) DALAM PENYELENGGARAAN DESA
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc/article/view/3637
<p>Disisi lain dapat diketahui bahwa BUMDes masih termasuk hal baru dalam keberadaannya, maka tak pelak di dalam praktek, beberapa kendala muncul justru terkait dalam proses pembentukannya diantaranya legalitas bentuk badan hukum yang tepat ternyata menjadi masalah yang lebih besar bagi pendirian BUMDes. Meskipun di beberapa daerah Kabupaten/Kota telah memiliki Perda yang mengatur tentang Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), tetapi seringkali di beberapa Perda tersebut terjadi ketidaktepatan dalam memilih konstruksi badan hukum yang tepat bagi BUMDes. Padahal ketentuan pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2011 tentang Desa menyatakan bahwa Bentuk Badan Usaha Milik Desa harus berbadan hukum. Jenis penelitian yang dipergunakan ialah Yuridis Normatif yang menitikberatkan dan membatasi kegiatannya pada kepustakaan dengan menjadikan pendekatan konsep, Perundang undangan dan perbandingan sebagai dasar atas penelitian. Hasil pembahasan BUMDesa adalah badan hukum yang didirikan oleh desa atau bersama desa-desa untuk mengelola usaha, memanfaatkan aset, mengembangkan investasi, dan menyediakan jasa pelayanan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Peraturan Desa atau Peraturan Bersama Kepala Desa menjadi dasar penetapan pendirian BUMDesa dan memuat informasi mengenai anggaran dasar, penyertaan modal, dan pendirian BUMDesa. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja memberikan kepastian hukum terkait status badan hukum BUMDesa. BUMDesa dapat memperoleh modal dari masyarakat, pemerintah kabupaten, atau pihak ketiga. Perlu mengatasi permasalahan pendirian, seperti pemahaman karakteristik masyarakat desa, permodalan, dan dukungan pemerintah. BUMDesa diharapkan mengutamakan perolehan modal dari masyarakat dan Pemerintah Desa. Penting mempertimbangkan potensi ekonomi desa, pembayaran pajak, dan kewajiban masyarakat dalam pendirian BUMDesa. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja memberikan peluang besar bagi BUMDesa. Pasal 117 Undang-Undang Cipta Kerja secara tegas mengganti definisi BUMDesa, memberikan kepastian hukum atas bentuk badan usaha BUMDesa</p> <p>Kata kunci: BUMDes; desa; kepastian hukum</p>Muchammad Aqim Al-MizanSyofyan Hadi
Copyright (c) 2024
2024-01-262024-01-261161172PENGATURAN PELAKSANAAN PIDANA MATI DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc/article/view/3639
<p>Pidana mati adalah hukuman yang paling ekstrem di mana seseorang dihukum mati sebagai akibat dari tindak pidana yang telah dilakukan. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, ada peningkatan kesadaran akan pentingnya hak asasi manusia dalam sistem peradilan pidana.</p> <p>Penelitian ini menggali implikasi pengaturan pelaksanaan pidana mati terhadap hak asasi manusia. Penelitian ini merupakan penelitian normatif, pendekatan masalah yang digunakan di dalam penelitian ini yaitu pendekatan peraturan perundang-undangan (<em>Statue Approach)</em>, pendekatan konseptual (<em>conseptual approach)</em>, pendekatan kasus (<em>case approach)</em>, dan pendekatan perbandingan (<em>comparative approach)</em>. Adapun analisis bahan hukum diuraikan dengan menggunakan metode deduktif. Penelitian ini juga melibatkan analisis terhadap berbagai peraturan hukum tentang pidana mati di beberapa negara, serta kajian terhadap putusan-putusan pengadilan yang berkaitan dengan hak asasi manusia dalam konteks pidana mati. Selain itu, akan ditinjau pula pandangan dan posisi lembaga-lembaga hak asasi manusia internasional terkait pidana mati. Dalam kesimpulannya, pengaturan pelaksanaan pidana mati harus didasarkan pada prinsip-prinsip hak asasi manusia yang meliputi hak atas kehidupan, perlindungan terhadap eksekusi terhadap orang yang tidak bersalah, perlakuan yang manusiawi, penghindaran diskriminasi, dan memberikan kesempatan rehabilitasi. Dengan memperhatikan aspek-aspek ini, diharapkan bahwa pengaturan pidana mati dapat lebih sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia yang universal.</p> <p>Kata kunci: hak asasi manusia; norma hukum; subjek hukum</p>Didit SetiawanYovita Arie Mangesti
Copyright (c) 2024
2024-01-262024-01-261173188PANCASILA SEBAGAI DASAR TUJUAN PEMIDANAAN DALAM SISTEM HUKUM PIDANA BARU DI INDONESIA
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc/article/view/3640
<p>Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana merupakan langkah konkret pemerintah Indonesia dalam rangka dekolonisasi serta harmonisasi hukum pidana di Indonesia. Salah satu perbedaan mendasar pada KUHP Baru ini selain dihilangkannya aturan tentang pelanggaran adalah dihapuskannya pidana mati sebagai pidana pokok. Pidana mati selama ini dipandang tidak berdasarkan kearifan lokal masyarakat Indonesia yang pada akhirnya tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasia sebagai sumber dari segala sumber hukum. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pancasila sebagai dasar dalam pembentukan sistem pidana dan tujuan pemidanaan dalam KUHP Baru. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang undangan dan konseptual. Hasil penelitian ini menemukan bahwa sistem Ideologi Pancasila yang bersifat terbuka memberikan kesempatan pengaturan eksplisit tujuan pemidanaan dalam hukum positif yang mengikuti perkembangan hukum dan nilai-nilai dalam masyarakat yakni berorientasi retributif (<em>backward looking</em>) serta korektif, rehabilitatif dan restorative (<em>forward looking</em>). Kedua, Tujuan pemidanaan dalam pembaharuan hukum pidana telah menunjukkan kesesuaian dengan Ideologi Pancasila: (1) tujuan pencegahan (cerminan Asas pada Sila Ke-2 Pancasila); (2) memasyarakatkan terpidana (berpedoman Sila Ke-5 Pancasila); (3) penyelesaian konflik (berpedoman pada Sila Ke-3, dan Ke-4 Pancasila); serta (4) tujuan memberikan rasa penyesalan (cerminan pada Sila-1 Pancasila). </p> <p>Kata kunci: Pancasila; hukum pidana; tujuan pemidanaan</p>Mochammad Yoesuf
Copyright (c) 2024
2024-01-262024-01-261189195PERAN PANCASILA DALAM HUKUM INTERNASIONAL
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc/article/view/3641
<p><em>Pancasila is recognized as a source of legal values that regulate social order and government in Indonesia. The values contained in Pancasila, such as social justice and democracy led by wisdom in deliberation/representation, provide guidance for Indonesia in interacting on the international stage. The role of Pancasila in international law also influences the construction of international law, especially in terms of the formation of internationalagreements and bilateral or multilateral cooperation. Indonesia often emphasizes the importance of Pancasila values in international cooperation,including on issues such as human rights, peace and security, ideology and globalization. In diplomatic practice, Pancasila is the basis for Indonesian diplomats to promote and defend national interests, while upholding universal values embraced by the international community. This reflects howPancasila can be integrated into international legal norms and practices</em></p> <p><em>Keyword : international; Pancasila; social justice</em></p>H.Hari Triasmono
Copyright (c) 2024
2024-01-262024-01-261196200HUKUM DAN KEADILAN DARI PERSPEKTIF PANCASILA
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc/article/view/3642
<p>Hukum dan keadilan adalah dua konsep yang saling terkait dan memiliki peran penting dalam sistem hukum suatu negara. Hukum bertujuan untuk mengatur perilaku masyarakat dan menegakkan aturan-aturan yang telah ditetapkan, sedangkan keadilan mengacu pada prinsip-prinsip moral dan etika yang mengarah pada kesetaraan dan perlakuan yang adil bagi semua individu. Dalam konteks Pancasila, hukum dan keadilan memiliki kedudukan yang sangat penting. Pancasila sebagai dasar negara Indonesia adalah ideologi yang mengandung nilai-nilai luhur, termasuk nilai-nilai keadilan. Pancasila menekankan pentingnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang tercermin dalam sila kelima yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.</p> <p>Kata kunci: ideologi; keadilan sosial; pancasila</p>Harry Susanto
Copyright (c) 2024
2024-01-262024-01-261201212KEKUATAN PEMBUKTIAN PERJANJIAN UTANG PIUTANG DALAM AKTA DI BAWAH TANGAN
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc/article/view/3643
<p>Perjanjian ialah bentuk atas apa yang diperjanjikan, dari itu perlu suatu keabsahan dalam suatu perjanjian baik dalam hutang-piutang dalam akta yang dibuat di bawah tangan. Indikator untuk mengetahui atau pakem dasar berkaitan dengan sah tidaknya suatu perjanjian atau yang membatalkan suatu perjanjian yang dilakukan oleh para pihak diatur lebih lanjut dalam aturan hukum yang ada, diantaranya dalam KUHPerdata dan/atau Burgellijk Wetbook (BW), yang didalamnya diatur dalam buku 3 (tiga) tentang perikatan, baik secara umum maupun secara khusus. Pembuktian hutang-piutang dalam perjanjian diatur pada hukum positif, diantaranya ada 3 (tiga) item hukum dasar pembuktian, seperti halnya pada ketentuan yang termaktub dalam H.I.R. termaktub dalam KUHAPerdata dan termaktub dalam BW. Ini semuanya bergantung pada para pihak-pihak dalam perjanjian tersebut yang hendak membuktikan daripada 3 (tiga) item instrumen hukum yang mana, dan yang sesuai atau sejalan dengan permasalahan hukum yang ada.</p> <p>Kata kunci: akta autentik; hutang-piutang; itikad baik</p>Ach Fauzan Rizqi
Copyright (c) 2024
2024-01-262024-01-261213219KEABSAHAN AKTA NOTARIS TANPA MELEKATKAN SIDIK JARI PENGHADAP PADA MINUTA AKTA
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc/article/view/3644
<p>Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahasan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Pasal 16 ayat (1) huruf c menyatakan bahwa Notaris dalam menjalankan jabatannya diwajibkan untuk melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari. Namun yang menjadi pokok permasalahan terletak pada kekosongan norma mengenai keabsahan akta notaris yang dibuat apabila tidak melekatkan sidik jari pada minuta akta serta perlindungan hukum bagi Notaris apabila tidak memenuhi kewajiban tersebut. Tujuan penelitian ini dengan menemukan keabsahan akta notaris tanpa dilekatkannya sidik jari penghadap pada minuta akta dan menemukan perlindungan hukum terhadap notaris yang tidak melekatkan sidik jari penghadap pada minuta akta. Metode penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep. Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa keberadaan minuta akta tanpa adanya sidik jari penghadap yang dilekatkan, tetap memiliki keabsahan sebagai suatu akta autentik dan memiliki jaminan kepastian hukum, sepanjang pembuatannya dilakukan sesuai dengan kewenangan, prosedur dan bentuk yang diharuskan oleh UUJN dan perlindungan hukum bagi Notaris yang tidak melekatkan sidik jari penghadap pada minuta akta adalah dikenakannya sanksi administratif sebagai bentuk perlindungan hukum represif dan bukan sanksi pidana atau perdata.</p> <p>Kata kunci : akta autentik; notaris; sidik jari</p>Delimukti Putra MuliawanEndang Prasetyawati
Copyright (c) 2024
2024-01-262024-01-261220229TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA SECARA ELEKTRONIK
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc/article/view/3646
<p>Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa, menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kekuatan hukum akta notaris yang dibuat secara elektronik dan untuk menganalisis pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta secara elektronik. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundangundangan <em>(statute approach)</em> dan pendekatan konsep <em>(conceptual approach)</em>. Hasil penelitian menunjukkan akta notaris apabila sertifikasi yang tercantum dalam penjelasan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 maka sertifikasi yang dimaksud bukanlah akta otentik. Apabila merujuk pada ketentuan Pasal 5 ayat (4) huruf a dan b UU ITE maka tidak dapat menjadi alat bukti yang sah. Sementara tanggung jawab notaris dalam pembuatan akta elektronik menganut prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan (<em>based on fault of liability</em>).</p> <p>Kata kunci: akta; elektronik; notaris</p>Nadya NurunnisaEndang Prasetyawati
Copyright (c) 2024
2024-01-262024-01-261230244PANCASILA DI ERA KECERDASAN BUATAN
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc/article/view/3647
<p>Negara Indonesia berdasarkan hukum <em>(Rechsstaat)</em>, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka <em>(Machsstaat).</em> Hal ini mengandung arti bahwa baik pemerintah maupun lembaga-lembaga negara lainnya dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan tindakannya bagi rakyat harus ada landasan hukumnya. Persamaan kedudukan dalam hukum bagi semua warga negara harus tercermin di dalamnya. Nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam ideologi tersebut secara nyata hidup di dalam serta bersumber dari budaya dan pengalaman sejarah masyarakat dan atau bangsanya menjadi <em>volkgeits</em>/jiwa bangsa).</p> <p>Kata kunci : jiwa bangsa; lembaga negara; pancasila</p>Ignatia Kasiartati Budiyanti
Copyright (c) 2024
2024-01-262024-01-261245252PERAN PEMIMPIN INFORMAL DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN EKONOMI KOMUNITAS KERAJINAN LOKAL BALI
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc/article/view/3649
<p>Penelitian ini mengulas peran yang dimainkan oleh pemimpin informal dalam upaya pemberdayaan ekonomi komunitas kerajinan lokal. Pemimpin informal, yang mencakup pemimpin tradisional, pemimpin masyarakat, dan tokoh budaya tertentu, memiliki ketergantungan yang tinggi dari masyarakat karena dianggap memiliki kemampuan dan keunggulan tertentu. Keberadaan pemimpin informal diyakini mampu membawa kedamaian, harmoni, dan mewakili masyarakat dalam kaitannya dengan leluhur. Selain melindungi tradisi leluhur, pemimpin informal juga berperan sebagai perantara pemerintah dalam ranah sosial dan adat. Dalam fungsi sosialnya, pemimpin informal memiliki kemampuan untuk mewakili dan memperjuangkan kepentingan masyarakat, termasuk dalam aspek ekonomi dan upaya menuju kemakmuran. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan doktrinal dengan analisis literatur untuk mengeksplorasi teori kepemimpinan informal dan potensinya dalam memberdayakan ekonomi komunitas kerajinan lokal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemimpin informal memainkan peran kunci dalam menggerakkan, memasarkan, berpartisipasi, dan mengelola sistem kerjasama yang berpotensi meningkatkan ekonomi pengrajin lokal.</p> <p>Kata Kunci : kerajinan lokal; pemimpin informal; pemberdayaan</p>Rizki Yudha BramantyoDivi Kusumaningrum
Copyright (c) 2024
2024-01-262024-01-261253262GERAKAN SOSIAL UNTUK MENDAPATKAN KEADILAN LINGKUNGAN BAGI MASYARAKAT DAYAK TOMUN DESA LAMAN KINIPAN KALIMANTAN TENGAH
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc/article/view/3650
<p><em>Climate Change and Forestry are inseparable problems because they actually influence each other. A good forest will be able to withstand the rate of climate change, and vice versa. Indonesia's rapid forest destruction requires a coping approach. This study aims to determine the effects of deforestation on Dayak customary forests and as a response from social movements to obtain environmental justice. Using the social law research method, it was found that the Dayak customary law communities in Laman Kinipan village suffered losses due to forest and environmental damage, financial obligations according to permits or contractual relationships were not able to eliminate the weaknesses of indigenous peoples in protecting the wealth and preservation of collective forests. Expanding the meaning of loss of customary law communities by considering the basis for calculating the reduction or loss of environmental value is an option to avoid the burden on indigenous peoples due to the expansion of exploitation of forest areas. This condition has led to a response from indigenous peoples in the form of a movement to reject all forms of weakening of indigenous peoples to their forests. This response became a systematic movement supported by community social institutions related to environmental and customary issues. A movement that on the one hand will defend the rights of indigenous peoples and on the other hand is in line with efforts to curb the pace of climate change. However, this movement still encountered obstacles in maintaining it. </em></p> <p><em> Keywords : deforestation; forest; indigenous peoples</em></p>Triana Megawati Tening
Copyright (c) 2024
2024-01-252024-01-251263288PENDAFTARAN PARTAI POLITIK SEBAGAI PESERTA PEMILIHAN UMUM
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc/article/view/3652
<p><em>Advances in technology and digital media have changed many public activities and services that require the use of personal data. Personal data contains important meaning for every individual so it must be protected from potential misuse that could harm society. In organizing elections, misuse of personal data by politics is a phenomenon that often occurs every time the registration stages of political parties participate in elections. This research was conducted to answer challenges or problems regarding the misuse of personal data in registering political parties as election participants. The paradigm used in this research is the constructivism paradigm with normative and empirical legal research methods. The research results show that: 1) misuse of personal data in registering political parties as election participants occurs because the political recruitment function in political parties has not been implemented properly. 2) misuse of personal data still often occurs without the legal obligations of political parties regulating the protection of personal data.</em></p> <p>Keywords: <em>legal protection; personal data; political parties </em></p>Martin Luther Manao
Copyright (c) 2024
2024-01-252024-01-251289302KONSTRUKSI PERADILAN ADAT DALAM SISTEM PERADILAN INDONESIA BERASASKAN PANCASILA
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc/article/view/3653
<p>Penelitian hukum ini membahas permasalahan mengenai pengaturan masyarakat hukum adat di Indonesia, khususnya belum adanya pengaturan mengenai penjatuhan sanksi pada peradilan adat dalam sistem hukum Indonesia yang berasaskan Pancasila. Latar belakang permasalahannya berakarpada pengakuan konstitusional terhadap keberadaan masyarakat hukum adat dan perlunya perlindungan, penegakan, dan pemenuhan hak-haknya. Namun pengakuan ini kurang diterapkan dalam peraturan perundang-undangan lainnya dan tidak mengakui keberadaan peradilan adat.Permasalahan penelitian terbagi menjadi dua aspek yaitu hukum pidana dan hukum perdata. Metodologi yang digunakan adalah pendekatan penelitianhukum normatif, dengan menggunakan pendekatan undang-undang, konseptual, historis, dan komparatif. Kajian berpedoman pada teori besar seperti Teori Hukum Murni karya Hans Kelsen dan teori menengah seperti pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan. Teori terapan yangdigunakan adalah Alternatif Penyelesaian Sengketa. Temuan-temuan ini mengungkapkan perlunya pengaturan peradilan adat dalam sistem hukumIndonesia yang berdasarkan Pancasila dan perlunya mengembangkan penyedia layanan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Implikasi dari penelitian ini menyoroti pentingnya mengakui dan mengatur peradilan adat tradisional untuk menjamin kepastian hukum dan perlindungan hak asasi manusia, dengan kata kunci meliputi peradilan adat tradisional, pengakuan hukum, sanksi, dan sistem hukum Indonesia.</p> <p>Kata kunci : Pancasila; peradilan adat; teori hukum murni;</p>Bernadus Okoka
Copyright (c) 2024
2024-01-252024-01-251303308REVITALISASI HUKUM ADAT DALAM HUKUM NASIONAL: MEMBANGUN KEADILAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc/article/view/3655
<p>Tujuan artikel ini untuk mengeksplorasi dan menganalisis proses revitalisasi hukum adat dalam konteks hukum nasional dengan fokus pada pembangunan keadilan berbasis kearifan lokal. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan hukum normatif (doktrinal), pendekatan perundang-undangan, dan pendekatan konseptual. Bahan hukum primer dan sekunder dianalisis untuk memahami kerangka konseptual dan teoritis, serta dampak implementasi hukum adat dalam sistem hukum nasional. Hasil penelitian menunjukkan adanya upaya yang signifikan dalam merevitalisasi hukum adat, namun tantangan muncul dalam integrasinya ke dalam hukum nasional. Keadilan berbasis kearifan lokal diidentifikasi sebagai elemen kunci yang dapat menguatkan sistem hukum nasional dan meningkatkan keberlanjutan sosial. Artikel ini juga mengungkapkan peran penting studi kepustakaan dalam menggali konsep-konsep teoretis yang mendukung pemahaman mendalam terhadap isu ini. Dengan demikian, artikel ini berkontribusi dalam memberikan wawasan baru tentang pentingnya revitalisasi hukum adat sebagai sumber kebijakan nasional yang lebih inklusif dan berkeadilan, serta memberikan landasan bagi perubahan hukum yang memperkuat kearifan lokal sebagai pijakan dalam membangun keadilan sosial yang berkelanjutan.</p> <p>Kata kunci : hukum nasional; keadilan; kearifan lokal; revitalisasi hukum adat</p>Irma Yustiana
Copyright (c) 2024
2024-01-252024-01-251309318PENGHAPUSAN PIDANA BERSYARAT TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM RANGKA PENEGAKAN HUKUM
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc/article/view/3656
<p><em>The judge in handing down the decision is based on the applicable law and the judge's discretion. The basis of consideration for judges in imposing conditional sentences in cases of criminal acts of corruption is based on sociological/non-juridical factors so that the imposition of conditional sentences in cases of criminal acts of corruption depends more on the judge's conscience whether he wants to impose a conditional sentence or not. The judge imposed a conditional sentence based on juridical factors, namely Article 14a of the Criminal Code and non-juridical factors, namely considering that the state losses caused were considered small. Conditional punishment is not regulated in the PTPK Law but is regulated in Article 14a Book I of the Criminal Code concerning General Provisions. Based on Article 103 of the Criminal Code, Article 14a as a general provision can also apply to laws outside the Criminal Code, including laws on criminal acts of corruption, unless otherwise specified in the law. In the perspective of Article 103 of the closing regulations of the Criminal Code, conditional criminal penalties can be imposed on perpetrators of criminal acts of corruption with a minimum sentence of 1 year. However, Article 14a of the Criminal Code is very controversial and unfair because corruption itself is a crime case that is extra ordinary in nature so that the provisions for carrying out penalization should be regulated specifically in efforts to eradicate corruption and not be represented by the Criminal Code whose basis is intended for ordinary or ordinary criminal acts by. Therefore, Article 14a must be submitted for judicial review by the Constitutional Court because Article 14a of the Criminal Code is unconstitutional when applied to corruption crimes, where so far the implementation of Article 14a has provided a legal loophole for perpetrators of criminal acts of corruption to be free from prison. It is hoped that judges will comply with applicable laws and regulations in imposing criminal penalties on perpetrators of corruption, even though judges have the freedom to impose penalties in order to create quality decisions that fulfill a sense of justice, expediency and legal certainty. </em></p> <p><em>Key words: criminal cases; crimal acts; punishment; restorative justice</em></p>Boy Santoso
Copyright (c) 2024
2024-01-252024-01-2513193PERAN IDIOLOGI PANCASILA DALAM MENGHADAPI KRISIS GLOBAL
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc/article/view/3657
<p><em>This article examines whether Pancasila as the sole principle and ideology and state philosophy is reflected in the Indonesian society. Understanding and appreciation of the values of Pancasila ideology are often considered only as a jargon, i.e., in the verbal perspective. Its implementation is neglected due to lack of insight and knowledge about Pancasila and not knowing its basic principles. Pancasila, which consists of five precepts, includes a series of attitudes and knowledge as well as hopes from the struggle of the Indonesian people to gain independence, and is regulated in the Pancasila state. The first precept is about God the Almighty (Ketuhanan yang Maha Esa); the second precept is about just and civilized humanity (Kemanusiaan yang adil dan beradab); the third precept claims the ‘unity of Indonesia’ (Persatuan Indonesia); the fourth precept claims democracy led by wisdom in the representative deliberation; the fifth precept claims social justice for all Indonesian people (Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia). Pancasila is the source of all laws in the Constitution of the Republic of Indonesia, which constitutes it as a sovereign and prosperous country supporting the wealth of its people, the divinity in the One and Only, freedom of religion, respect for diversity and pluralism, and building a democratic state. Social problems that often occur in every society usually start from breaking the law, dangers of the extremism doctrine, and criminal acts of corruption that can damage the grassroots of Pancasila. Therefore, to defend the country and strengthen the basic precepts of Pancasila, it is necessary to understand and deepen the practice of Pancasila in the ideology of nationalism and democracy.</em></p> <p><em>Keywords: basic norm; constitution; pancasila</em></p>Ruly Maharany
Copyright (c) 2024
2024-01-252024-01-251327343PERBANDINGAN SISTEM HUKUM CIVIL LAW DAN COMMON LAW DALAM BIDANG HUKUM KETENAGAKERJAAN BERDASARKAN PANCASILA
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc/article/view/3660
<p>Pemahaman nilai-nilai Pancasila yang masih kurang di masyarakat, membuat masyarakat kurang patuh dan cenderung bertentangan dengan aturan hukum dan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan. Dalam penulisan jurnal ini, penulis menggunakan metode studikepustakaan yaitu dengan membaca dan mencari dari buku-buku, jurnal, undang-undang dan sumber-sumber studi kepustakaan lainnya yang relevan dengan pokok bahasan dan permasalahan yang akan dibahas berdasarkan Pancasila. Hukum adalah hasil dari produk politik, dimana di dalam proses perundang-undangan baik dalam pembuatan maupun penafsirannya tidak berlangsung dalam konteks yang bebas nilai ataunetral dari pengaruh-pengaruh moral, agama, dan kepentingan-kepentingan politik. Artinya dalam hal ini terdapat latar belakang politik dan idiologis dalam berjalannya setiap hasil atau produk perundang-undangan tersebut. Dalam ketentuan hukum ketenagakerjaan yang berlangsungcukup lama sejak diundangkan, sangat diperlukan keterlibatan aktif pemerintah untuk menentukan dan melindungi setiap hak-hak tenaga kerja, seperti diketahui dalam berjalannya sistem ketenagakerjaan, buruh biasanya berada dalam pihak yang lemah apabila dibandingakan dengan pengusaha atau pemberi kerja.</p> <p>Kata kunci: pekerja; hukum; lemah</p>Memo Alta Zebua
Copyright (c) 2024
2024-01-252024-01-251344349PENGATURAN KEBEBASAN BERPENDAPAT DI MEDIA SOSIAL BERBASIS KEADILAN
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc/article/view/3661
<p>Kebebasan berbicara dipahami sebagai hal mendasar dalam demokrasi. Adanya pembatasan tentang kebebasan berekspresi di media sosial bukan berarti Masyarakat publik tidak dapat menyampaikan pendapatnya di muka umum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan kebebasan berpendapat di media sosial berbasis keadilan. Metode penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif dengan menggunakan model pendekatan peraturan perundang-undangan (<em>statuta approach</em>) dan dengan pendekatan konseptual (<em>conceptual approach</em>) yang mengkaji dan menganalisis secara kritis dan komprehensif mengenai kebebasan berpendapat di media sosial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaturan mengenai kebebasan berpendapat di media sosial berbasis keadilan bertujuan untuk memberikan batasan agar dalam menyampaikan ekspresi dalam berpendapat di media sosial tidak melanggar hak asasi manusia yang telah dijamin oleh konstitusi. Kebebasan berpendapat di media sosial sangat penting untuk diberikan pengaturan agar dapat menciptakan kepastian hukum dan keadilan bagi seluruh masyarakat.</p> <p>Kata kunci: konstitusi; kepastian hukum; masyarakat</p>Fifit Fitri Lutfianingsih
Copyright (c) 2024
2024-01-252024-01-251350360TERHADAP KESELAMATAN PASIEN PADA REKAM MEDIK ELEKTRONIK BERBASIS NILAI KEADILAN
https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/shnbc/article/view/3662
<p>Pasal 28 huruf H ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan tersebut dilakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional (BPJS) yang bekerja sama dengan rumah sakit. Rumah sakit sebagai pelaksana dari program tersebutharus memberikan layanan terbaik untuk keselamatan pasien <em>(pasien safety). </em>Pasca berlakunya Permenkes No. 24 tahun 2022 tentang Rekam Medis maka rumah sakit wajib menggunakan secara elektronik. Akan tetapi tingkat kebocoran rekam medis elektronik ini sangat tinggi sehingga membahayakan keselamatan bagi pasien. Untuk itu dirumuskan hakikat tanggung jawab pemerintah terhadap kebocoran rekam medik elektronikberbasis nilai keadilan Pancasila. Adapun hasil dari analisis diketahui bahwa pemerintah memiliki kewajiban memberikan pelayanan kesehatan padamasyarakat sesuai dengan amanah UUD 1945 yang didalamnya termasuk kerahasiaan data rekam medik. Tingkat kebocoran rekam medis sangat tinggi karena belum ada kesiapan baik teknologi informasi rekam medis, sumber daya manusia (dokter, tenaga kesehatan) yang belum familiar teknologi, masih belum terkendalinya system pengamanan IT di Indonesia dengan baik. Sehingga hal tersebut membahayakan bagi kerahasiaan datamedis pasien yang akan berujung pada keselamatan pasien.</p> <p>Kata Kunci: pasien; rekam medis elektronik; tanggung jawab</p>Noorzatil Hasanah
Copyright (c) 2024
2024-01-252024-01-251361369